Nias – Kebudayaan daerah, salah satu daya tarik bagi wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Tradisi Lompat Batu (bahasa Nias: Hombo Batu) dari suku Nias di kabupaten Nias Selatan merupakan tradisi daerah yang hanya ditemukan di pulau yang dijuluki Pulau Impian ini.
Tradisi Lompat Batu suku Nias ini membuat takjub para wisatawan domestik terlebih wisatawan mancanegara karena di seluruh dunia hanya di suku Nias inilah ditemukan tradisi yang sangat unik dan menarik. Tradisi lompat batu ini tidak ditemukan di setiap kampung di kepulauan Nias. Hanya kampung tertentu saja ada tradisi Lompat Batu ini terutama di kampung Orahili Fau dan kampung Bawomataluo yakni kampung budaya yang terletak dibagian selatan pulau Nias.
Hombo Batu dibuat dari batu-batu pilihan spesial jenis batu megalit yang telah dipahat lalu disusun sedemikian rupa setinggi 2 meter hingga menyerupai piramida tapi bedanya bagian atas Hombo Batu tersebut dibuat datar dengan lebar sekitar 60 centimeter. Di depan Hombo Batu yang menyerupai piramida itu diletakkan sebuah batu tingginya kira-kira 30 centimeter bentuknya lonjong dalam bahasa Nias disebut Tarahoso sebagai pijakan kaki sehingga sang pelompat dapat melesat ke atas melewati Hombo Batu itu.
Dapat dibayangkan tingginya resiko yang akan dialami sang Pelompat jika tidak hati-hati atau tidak menguasai tekhnik melompat karena bukan seperti melompati parit pinggir jalan. Apabila si Pelompat tidak menguasai tekhniknya akan menciderai otot bahkan patah tulang terutama saat kaki tersangkut pada batu paling atas Hombo Batu yang cukup lebar. Bahkan sekalipun telah melewati Hombo Batu itu namun pada saat mendaratkan kaki tidak tepat sesuai tekhniknya maka hal itu juga bisa berakibat fatal terhadap si Pelompat. Untuk itu sebelumnya si Pelompat harus latihan keras baik penguasaan tekhnik maupun kesiapan fisiknya. Kepada wartawan hal ini dijelaskan oleh Miliar Fau salah seorang kepala suku kampung Orahili Fau, sebuah kampung pemilik Hombo Batu tertinggi di Nias. “Seorang Pelompat wajib menguasai tekhnik melompat dan juga kesiapan fisiknya sebagaimana ketentuan yang telah diterapkan oleh nenek moyang kampung ini. Sebab jika tidak, resikonya begitu tinggi seperti cidera otot dan patah tulang”, jelasnya.
Tradisi lompat batu ini ternyata bukan tradisi olah raga nenek moyang suku Nias. Tradisi ini memiliki sejarah khusus sebagaimana dituturkan oleh Miliar Fau. Ia menyebutkan bahwa tradisi lompat batu ini berawal dari masa lampau para leluhurnya yang sering melakukan peperangan antar kampung. Fenomena itu membuat penduduk kampung wajib mempertahankan diri dari serangan atau menyerang kampung lainnya. Dengan demikian warga memagari kampungnya dengan tumpukan batu-batu agar musuh tidak mudah menyerang kampung. Selanjutnya Miliar fau mengatakan untuk memenangkan sebuah peperangan maka wajib pemuda desa melatih dirinya melompati Hombo Batu agar dengan mudah dapat melakukan penyerangan pada kampung yang akan ditaklukkan.
Demi meraih kemenangan maka hampir semua pemuda kampung melatih diri melalui Hombo Batu ini sekaligus menunjukkan bahwa si pemuda telah dewasa dan bertanggung jawab. “Pada zaman dulu seorang pemuda yang dapat melompati Hombo Batu merupakan pemuda yang telah dewasa dan bertanggung jawab dan telah dapat diandalkan dimedan pertempuran”, tutur tokoh yang sangat disegani di kampung Orahili Fau ini.
Seiring dengan perkembangan zaman maka lompat batu tersebut kini dijadikan sebuah tradisi di kampung Orahili Fau dan juga kampung Bawomataluo. Tak heran jika para wisatawan domestik maupun dari manca negara yang melakukan tour wisata sangat kagum dan takjub menyaksikan atraksi Lompat Batu suku Nias. Bukan hanya atraksi lompat batunya yang mengagumkan disana juga ditemukan Tari Perang dan berbagai tradisi lainnya yang menakjubkan.
Sumber MITRAPOL.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar